Likes: 0

Call Center : +112

BERITAMAGELANG.ID - Ratusan warga lereng barat Gunung Merapi di Desa Polengan Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang menggelar tradisi sadranan dengan kirab tumpeng dan gunungan, Selasa (29/3).


Kepala Desa Polengan, Widodo mengatakan, tradisi sadranan kali ini sangat spesial karena 2 tahun tidak digelar akibat pandemi Covid-19. Saat ini kembali terlaksana yang dihadiri juga oleh Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat GKR Koes Moertiyah dari Keraton Surakarta.


"Kirab baru pertama ini. Selama pandemi sadranan hanya lokal tidak mengundang dari luar. Hari ini dari luar kita undang," kata Widodo usai kegiatan Nyadran.


Prosesi nyadran diawali arak-arakan gunungan palawija hasil bumi dan tumpeng ke makam setempat. Ratusan warga Desa Polengan juga turut dalam barisan bersama pasukan keraton "bergodo' lengkap berbusana Jawa.


Setelah sampai di lokasi pemakaman desa, semua warga duduk lesehan di bawah tenda yang disediakan. Alunan sholawat dan doa dilantunkan penuh khidmat. Warga yang diantaranya juga berasal dari luar desa terlihat turut larut dalam prosesi ini.


Diungkapkan Widodo, bagi warga Polengan tradisi Nyadran wajib digelar setiap tahun. Hal itu untuk menghormati Nyai Klenthing Kuning atau Raden Mas Nyai Pucang yang dipercaya sebagai leluhur cikal bakal berdirinya Desa Pucanganom.


Ditambahkan Widodo, selain melestarikan tradisi, dengan adanya kirab budaya dan sadranan ini juga guna mendukung program Desa Pucanganom sebagai desa wisata. 


"Istilahnya gayung bersambut adanya acara tahunan seperti ini bisa mengisi adanya wisata yang ada di Pucanganom," ungkap Widodo.


Bertepatan dengan tradisi sadranan ini juga digelar kegiatan Tetepan lan Paring Ganjaran Kekancingan Soho Sesebatan Asmo Kagem Kawulo Keraton Surakarta Hadiningrat atau penetapan jabatan dan nama kehormatan bagi Abdi Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat kepada anggota Paguyuban Abdi Dalem Surakarta (Pakasa) Kabupaten Magelang. Penetapan itu dilakukan oleh Ketua Dewan Adat Kraton Surakarta Hadiningrat GKR Koes Moertiyah atau akrab disapa Gusti Moeng.


Menurut Gusti Moeng, beliau yang sudah diberi 'kekancingan' yang berarti kunci sudah sepakat sumpah setia terhadap upaya pelestarian budaya Jawa khusunya bersumber dari Keraton Surakarta. 


Karena Keraton Surakarta adalah dulu sebuah negara yang mana semua kebudayaanya sudah tertata dan itu menjadi dasar dari kehidupan berbangsa berbudaya bernegara di Republik Indonesia ini.


Disampaikan Gusti Moen, tradisi budaya dari Keraton Surakarta dititip untuk bisa dijaga. Karena di dalam Keraton Surakarta terdapat pengeling (pengingat) berbunyi 'Keraton kui koyo dene pusaka. Yen disia-sia metu halate ning diuri-uri metu berkahe' dimana mengandung arti bahwa keberadaan Keraton itu seperti pusaka leluhur. Jika dibiarkan maka tidak baik bagi kehidupan, namun jika dilestarikan akan menjadi berkah bersama. 


"Itu yang utama kita sampaikan kepada beliau beliau yang sudah bersama-sama sepakat dengan masyarakat yang lain," kata Gusti Moen.


Dikatakan Gusti Moen, keberadaan Pasaka semakin luas, yang terbaru di Madura dan hampir di wilayah Jawa Timur sudah terbentuk. Demikian juga kepengurusan di wilayah Jawa Tengah hampir merata hingga Pantura.


Menurutnya, adanya Pasaka di daerah adalah bentuk keinginan bersama turut serta Pemerintah dalam menjaga terhadap pengaruh radikalisme tidak berkembang di dalam kehidupan di masyarakat. Maka sudah menjadi kewajiban bersama untuk selalu menjaga marwah Jawa agar jangan sampai hilang. 


"Budaya Jawa merupakan budaya kita sendiri karena itu sudah diajarkan oleh nenek moyang kita ratusan atau ribuan tahun lalu. Di tanah Jawa ini menjadi kesepakatan, menjadi dasar, menjadi hukum orang Jawa itu sendiri. Yang pasti itu cocok dengan jiwa kita sebagai orang Jawa," pungkasnya.


Puncak dari tradisi sadranan ini warga beramai-ramai berebut gunungan yang menjadi simbol rasa bersyukur atas rejeki keselamatan yang telah diberikan Tuhan.


Wahyu Hidayat
Creator
  • Categories: Berita Magelang
  • Created At: Rabu, 30 Maret 2022