Likes: 0

Call Center : +112

BERITAMAGELANG.ID - Widaran, merupakan kue jadul yang selalu diburu menjelang lebaran. Rasanya perpaduan gurih dan manis. Terbuat dari campuran tepung ketan, telur dan dibalur karamel gula pasir. Sangat cocok untuk menemani minum teh atau kopi.


Setiap lebaran, hampir dipastikan kue ini tersaji sebagai suguhan tamu. Pesanan kue Widaran meningkat hingga 100 persen.


Salah satu produsen Widaran adalah Prasetyo Susanto (44) dari Dusun Brongsongan Desa Wringinputih Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Menjelang lebaran tahun ini, pesanan sudah mencapai dua kali lipat dibanding hari biasa. 


"Iya sampai kewalahan. Karyawan harus lembur memenuhi pesanan," katanya yang dihubungi Rabu (4/5/2021).


Prasetyo didampingi istrinya Dwi Wahyuni (38) mengaku, sebelum puasa, pesanan sudah mengalir. Berbeda dengan lebaran tahun sebelumnya yang merupakan awal badai Covid-19, pesanan sangat sedikit. 


"Tahun ini alhamdullilah meningkat dua kali lipat," katanya.


Prasetyo mengatakan, dirinya hanya mampu memenuhi separuh dari pesanan yang datang. Mengingat tenaga yang dimiliki juga tidak mencukupi. 


"Menjelang lebaran kami membuat 50 kg masih mentah. Kalau biasanya hanya 25 kg saja," ungkapnya.


Ia berani menolak pesanan, karena sadar akan keterbatasan tenaga yang dimiliki. Apalagi, kue ini dibuat secara manual atau handmade. Karyawan bekerja dari pukul 07.00 sampai 15.00 WIB. Kemudian dilanjutkan lembur pada malam hari dari pukul 19.00 sampai 23.00 WIB. Dari enam karyawan yang dimiliki, seluruhnya perempuan karena membuat widaran butuh ketelatenan.


Dikatakan, proses pembuatan Widaran cukup mudah. Adonan tepung ketan dan telur dicampur hingga kalis. Kemudian dibentuk menjadi angka delapan atau ongko wolu dan lombok. Setelah itu dimasukkan dalam minyak goreng dingin agar tidak pecah. Baru kemudian dipindah ke minyak panas untuk digoreng. Hasil gorengan ini kemudian dimasukkan dalam karamel gula pasir, diaduk-sampai membalut setiap gorengan. 


Prastyo yang pernah sekolah di SMK Yudha Karya ini mengaku, usaha yang dirintis dimulai 2005 atau meneruskan usaha ibunya. Lulus sekolah, ia sempat bekerja di grup Bakrie di Jakarta. Namun saat krisis moneter, ia kembali lagi ke Magelang. Ia mulai merintis usaha seperti membuat slondok dan lain sebagainya. Namun selalu gagal. Hingga saat memiliki dua orang anak, ia berpikiran untuk meneruskan usaha orang tua. 


Dengan modal usaha Rp350 ribu, ia memulai usahanya membuat widaran. Di awal-awal merintis usaha, ia memasarkan sendiri widaran buatannya ke toko-toko di wilayah Kota dan Kabupaten Magelang. Semakin lama semakin berkembang dan modal usahanya juga sudah semakin bertambah.


Agar lebih fokus memproduksi, selanjutnya ia mulai memasarkan melalui grosir baik di Magelang dan Yogyakarta. Ternyata, hasilnya cukup lumayan dan kontinyu. Bahkan pesanan semakin bertambah. 


"Sampai saat ini usaha kami terus mendapat pesanan," katanya.


Dwi Wahyuni menambahkan, harga widaran yang berbentuk angka delapan atau ongko wolu, harganya Rp35 ribu/kg. Sedangkan yang lombok-lombokan warna warni Rp40 ribu. Menjelang lebaran, ia tidak menaikkan harga, karena harga bahan pokok tidak naik. 


"Kalau bahan bakunya naik ya kita ikut menaikkan harga. Tapi menjelang lebaran tahun ini, harga bahan pokok seperti tepung dan telur cenderung stabil. Sehingga kita tidak menaikkan harga," ungkapnya.


Ia berharap usahanya semakin berkembang dan dikenal sampai seluruh Indonesia. Apalagi, Borobudur menjadi wisata super prioritas. Sehingga sebagai pelaku UMKM, ia harus siap-siap menyambutnya.

Kurniawati
Creator
  • Categories: Berita Magelang
  • Created At: Selasa, 4 Mei 2021